
GRIYASEHATHIPNOTERAPI.COM – Banyak orang tidak menyadari bahwa trauma masa kecil bisa terbawa hingga dewasa dan memengaruhi kehidupan rumah tangga. Luka batin yang belum sembuh, terutama akibat kekerasan atau pola asuh yang keras dari sosok otoritas, sering muncul kembali dalam bentuk konflik, depresi, hingga pertengkaran dengan pasangan.
Salah satu kisah nyata datang dari A, seorang wanita berusia 31 tahun yang mencoba mencari jalan keluar melalui hipnoterapi di Griya Sehat Hipnoterapi.
Ketika Pernikahan Mulai Dipertanyakan

A awalnya datang ke Griya Sehat Hipnoterapi dengan hati yang penuh kebimbangan. Sudah hampir tujuh tahun ia menjalani pernikahan, namun kini ia dilanda pertanyaan besar: masih layakkah pernikahan ini dipertahankan, ataukah harus berakhir dengan perceraian?
Ia datang bersama suaminya, T. Wajah A menyimpan kegelisahan. Hatinya penuh rasa cemas, takut, dan sedih yang bercampur menjadi satu. Perlahan, A mulai bercerita tentang beban yang selama ini ia pikul.
Konflik dalam Pernikahan dan Kekerasan

A mengaku sering menerima perlakuan kasar dari suaminya. Kata-kata menyakitkan, sikap tidak menghargai, hingga pertengkaran yang berujung kekerasan fisik mewarnai kehidupan rumah tangganya. Kekerasan yang tidak hanya ditujukan pada dirinya, namun juga pada buah hati mereka yang masih berusia empat tahun.
Padahal, A berusaha demikian keras menjaga keluarganya. Ia bekerja, berkorban waktu dan tenaga, namun tidak pernah mendapat penghargaan ataupun apresiasi dari sang suami. Ia merasa sendirian dalam perannya sebagai istri, ibu, sekaligus pencari nafkah. Sang suami sudah tidak bekerja sejak di-PHK sewaktu wabah corona.
Gejala yang ia rasakan semakin menjadi. Dada sesak, sulit tidur, sering menangis, panik tiba-tiba, hingga ketakutan berlebihan terhadap kematian.
Luka Masa Kecil yang Belum Sembuh
Dalam sesi hipnoterapi, A dibimbing masuk ke dalam ingatan bawah sadarnya. Saat tubuhnya mulai rileks, air matanya menetes. Suara lirihnya pecah saat ia merasakan kembali luka lama yang ternyata menjadi akar dari penderitaannya sekarang.
Konflik yang ia hadapi saat ini bukanlah hal baru. Pola yang sama sudah ia alami sewaktu kecil.

Sejak TK, A sering menyaksikan ayahnya memperlakukan ibunya dengan kasar. Saat SD, ia kerap dipukul, bahkan pernah diseret pulang oleh sang ayah hanya karena menolak diantar ke sekolah. Ayahnya dikenal pemarah, keras, dan memiliki kebiasaan buruk yaitu berjudi, mabuk, sabung ayam, serta sering menghabiskan penghasilannya untuk kebiasaan buruknya tersebut.
Tabungan dan hadiah lomba yang A simpan kerap kali diambil oleh ayahnya, bahkan sepeda yang A gunakan untuk sekolah juga pernah digadaikan. Meskipun A berprestasi dan sering juara, ternyata semua itu tak pernah cukup. Ayahnya tetap menilai A sebagai anak pembangkang yang suka melawan orangtua.
Kekerasan itu berlanjut hingga A remaja. Ia terus bertahan, memilih mandiri, dan bekerja sejak kuliah. Segala macam pekerjaan A lakukan untuk memenuhi kebutuhannya, mulai dari menjadi marketing, SPG, bahkan pekerjaan yang mengharuskan A bekerja di malam hari. Semua demi membiayai dirinya, ibunya, dan adiknya. Ia bahkan lebih nyaman dan aman tinggal di kos daripada tinggal bersama ayahnya sendiri walaupun mereka tinggal di kota yang sama.
Baca juga: “Kenali Ciri Orang Dengan Gangguan Inner Child, Obati Jika Mengalami Gejalanya“
Pernikahan yang Tidak Sesuai Harapan
Setelah cukup mandiri, A bertemu dengan T, lelaki yang ia harapkan bisa memberi cinta dan rasa aman yang tak pernah ia dapatkan dari ayahnya. Mereka menikah dengan harapan membangun keluarga ideal yang penuh kasih.
Namun kenyataan berkata lain. Dua tahun setelah menikah, konflik muncul terutama soal finansial. Sejak itu, T mulai bersikap kasar. T merasa terbebani, sementara A merasa nafkah yang diberikan oleh T tidak cukup. Padahal di awal mereka menikah, T lah yang meminta A berhenti dari pekerjaan yang selama ini mampu memenuhi kebutuhan hidup A agar A lebih fokus mengurus rumah sementara T bekerja.
Puncaknya terjadi saat pandemi. T terkena PHK dan lebih banyak di rumah, sedangkan A sedang dalam kondisi hamil dan akan melahirkan. A yang kemudian bangkit dengan membuka usaha berjualan online untuk menopang kebutuhan keluarga kecilnya. Sayangnya, jerih payah A justru tidak mendapat penghargaan. Sebaliknya, ia sering dicap boros, cerewet, dan tidak patut dihargai oleh sang suami. Sikap T yang menjadi kasar ini juga menjadi pemicu trauma yang pernah A alami sewaktu kecil.
Konflik semakin parah dengan hadirnya kebiasaan buruk suaminya, yaitu menonton pornografi, mudah marah, dan menghindar dari tanggung jawab rumah tangga.
Tak berhenti di situ, A juga pernah berkonflik dengan ibu mertuanya yang menilainya kasar dan emosional. Luka demi luka menumpuk, membuat A semakin terpuruk.
Baca juga: “Bahaya Tinggal di Lingkungan yang Toxic“
Titik Terendah: Depresi dan Usaha Mencari Pertolongan
A mencoba mencari pertolongan. Ia mendatangi psikiater, psikolog, bahkan mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh psikiater. Namun gejalanya tak kunjung mereda. Depresi semakin berat, tidurnya tetap terganggu, emosinya tak terkendali hingga sering berteriak-teriak.
Pada titik inilah, A akhirnya memutuskan mencoba hipnoterapi di Griya Sehat Hipnoterapi.
Proses Hipnoterapi: Menemukan Akar Masalah

Dalam sesi terapi, A dibimbing untuk kembali pada akar masalahnya. Luka masa kecilnya, yaitu rasa sakit, marah, kecewa terhadap ayah yang kasar, semuanya dibawa ke permukaan. Dari sana, proses penyembuhan dimulai.
Ada tiga tahapan penting dalam hipnoterapi yang A jalani:
Tahap 1: Memaafkan Masa Lalu
A diajak berdamai dengan inner child-nya, agar dirinya di masa kecil dapat menerima setiap kondisi situasi yang sudah terjadi, agar diri A di masa sekarang bisa berdamai dengan segala sesuatu yang ia rasakan sewaktu kecil.
Tahap 2: Mengikhlaskan Kondisi Saat Ini
A belajar untuk memaafkan atas segala luka yang ia bawa dari pola asuh dan pola didik dari ayahnya. A juga belajar untuk mulai berdamai dengan pasangannya agar A dapat memaafkan serta mengikhlaskan segala kondisi, tuduhan, dan rasa tidak dihargai yang datang dari suaminya.
Tahap 3: Memaknai Hidup Baru
A dibawa untuk dapat memaknai hidupnya saat ini, bukan atas kondisinya di masa lalu, melainkan atas kondisi yang bisa jadi lebih baik di masa depan.
Baca juga: “Perjalanan Hipnoterapi Menghadapi Krisis Pernikahan“
Hasil Terapi: Harapan Baru Setelah Luka Lama

Setelah tiga sesi terapi, A merasakan perubahan besar. Emosinya lebih terkendali, hatinya lebih tenang, dan ia mulai bisa melihat dirinya dengan cara yang lebih sehat. Beban yang menumpuk bertahun-tahun perlahan terurai.
A kini dapat melangkah dengan harapan baru. Luka lama memang tidak hilang begitu saja, namun ia belajar berdamai, menerima, dan tidak lagi membiarkan luka itu mengendalikan hidupnya.
Co Writer: Shofiyah R.
Tinggalkan Balasan